Teeknik bimbingan dalam konseling
Nama : Ririn Agesta (15020030)
MAKALAH
“TEHNIK
BIMBINGAN DAN KONSELING(ASPEK EMOSI DALAM KONSELING)”
![]() |
Disusun
oleh:
RIRIN AGESTA (15020030)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
2017
KATA PENGANTAR
Pujisyukur kami ucapkan ataskehadirat Tuhan Yang
MahaEsa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
Kami masih diberi kesempatan
untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing
dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman amin.
Pringsewu,28 Okt. 2017
Kelompok 5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................
A.
LatarBelakang......................................................................................... ..1
B.
RumusanMasalah.................................................................................... ..1
C.
TujuanPenulisan......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Aspek Emosi Dalam
Konseling.............................................................. ..3
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. ...................11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
adalah makhluk yang memiliki rasa dan emosi. Hidup manusia diwarnai dengan
emosi dan berbagai macam perasaan. Manusia sulit menikmati hidup secara optimal
tanpa memiliki emosi. Manusia bukanlah manusia, jika tanpa emosi. Kita memiliki
emosi dan rasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita
sebagai manusia.
Ahli
psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara alami mamiliki emosi.
Menurut James (Purwanto dan Mulyono, 2006) emosi adalah keadaan jiwa yang
menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh. Emosi setiap
orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak sejarah nyata pada
perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika seseorang diliputi emosi marah,
wajahnya memerah, napasnya menjadi sesak, otot-otot tangannya akan memegang,
dan energi tubuhnya memuncak.
Proses
kemunculan emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis. Proses
kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah
peristiwa, yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimuus tersebut
kemudian ditangkap oleh reseptor kita, lalu melalui otak, kita
menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai kejadian. Interpretasi yang kita
buat kemudian memunculkan perubahan internal dalam tubuh kia. Perubahan
tersebut misalnya, napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi
sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap, dan perubahan
tekanan darah kita.
Seseorang
kadang-kadang masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang
dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda-tanda kejasmanian
seperti wajah memerah ketika marah, air mata berlinang ketika sedih atau
terharu (Walgito, 1994).
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemaparan dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut yaitu:
1.
Apa yang
dimaksud dengan aspek emosi dalam konseling?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini yaitu:
1.
Untuk
melengkapi nilai dan tugas kelompok mata kuliah tehnik bimbingan dan konseling.
2.
Mengetahui
dan memahami tentang aspek emosi dalam konseling.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Aspek Emosi Dalam Konseling
Emosi merupakan warna afektif yang
menyertai setiap perilaku individu yang berupa perasaan-perasaan tertentu yang
dialami pada saat menghadapi situasi tertentu. Interaksi antara kognisi, emosi
dan tindakan mencerminkan satu sistem hubungan sebab akibat. Kata emosi berasal
dari bahasa Latin “emovere” yang artinya bergerak keluar.
Emosi adalah rasa dan atau perasaan yang
membuat kecenderungan yang mengarah terhadap sesuatu yang secara intuitif
dinilai hal yang baik atau bermanfaat, atau menjauhi dari sesuatu yang secara
intuitif dinilai buruk atau berbahaya. Tindakan itu dikenal oleh pola-pola
perubahan fisiologis sejalan dengan mendekati atau menghindari obyek, pola
tindakan berbeda antara emosi yang berbeda.
emosi
adalah untuk menggerakkan individu untuk menuju rasa aman dan pemenuhan
kebutuhannya serta menghindari sesuatu yang merugikan dan menghambat
pemenuhan kebutuhan. emosi dasar sangat diperlukan oleh individu untuk
memperoleh kelestarian hidup karena emosi berkontribusi terhadap kestabilan seluruh
kehidupannya. Sebagai contoh orang membutuhkan cinta, tetapi ia pun perlu
merasakan pula sakit hati (hurt) yang mengajarnya untuk menghadapi situasi yang
membahayakan, takut (fear) yang mengantisipasi dan isyarat akan adanya bahaya,
marah (anger) yang memindahkan hambatan untuk mencapai pemuasan kebutuhan, rasa
bersalah (guilt) yang menolong untuk menghindari sesuatu yang dapat melukai
dirinya.
Emosi
berasal dari kata e yang berarti energi dan motion yang berarti
getaran. Emosi kemudian bisa dikatakan sebagai sebuah energi yang terus
bergerak dan bergetar (Chia, 1985). Emosi dalam makna paling harfiah
didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu
dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Emosi yang merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis, dan serangkaian kecenderungan bertindak (Goleman, 1997).
Menurut
Chaplin (2002) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari
organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya
dan perubahan perilaku. Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi
tertentu. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah
(approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku
tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain
dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Misalnya kalau orang
mengalami ketakutan mukanya menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya
perubahan-perubahan kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh
individu yang bersangkutan (Walgito, 1994)
Craw
& craw (1962) mengartikan bahwa emosi merupakan “suatu keadaan yang
berkejolak pada diri individu yang difungsi/berperan sebagai inner adjusdment
(penyesuain dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan
keselamatan individu.
Pada
dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari
dampak yang ditimbulkannya yaitu, a) emosi positif atau biasa disebut dengan
afek positif ialah memberikan dampak yang menyenangkan dan menenangkan.
Misalnya, tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru, dan lain sebaginya.
Ketika kita merasakan emosi positif ini, kita pun akan merasakan keadaan
psikologis yang positif, b) emosi negatif atau afek negatif ialah ketika kita
merasakan emosi negatif ini maka dampak yang kita rasakan adalah negatif pula,
tidak menyenangkan dan menyusahkan. Misalnya, sedih, kecewa, putus asa,
depresi, tidak berdaya, frustasi marah, dendam, dan sebagainya. Biasanya kita
menghindari dan berusaha menghilangkan emosi negatif ini. adakalanya kita mampu
mengendalikannya, tetapi adakalanya kita gagal melakukannya. Ketika kita gagal
mengendalikannya atau menyeimbangkan emosi negatif ini maka ketika itu keadaan
suasana hati kita menjadi buruk.
Apabila emosi berfungsi secara sempurna, maka
sesuai dengan maksudnya emosi akan menimbulkan gerakkan dan arahan. Misalnya
apabila seorang laki-laki marah kepada istrinya maka terjadi tindakan (gerakkan)
terhadap istrinya (arahan). Bila dijabarkan ada empat kemungkinan proses emosi
yang terjadi pada diri individu, yaitu: a) orang dapat menekan emosi sehingga
tidak ada gerakkan dan arah tindakannya, b) orang tidak memiliki kemampuan yang
memadai untuk mengendalikan gerakkan dan arah tindakannya, c) orang digerakkan
oleh emosi tetapi tidak memliki arah, d) orang digerakkan oleh emosi tetapi
dengan arah yang salah. Emosi menimbulkan gerakkan dan arahan, oleh itu
konselor perlu memberikan label yang tepat terhadap gejala emosi kliennya.
Kenyataannya sering konselor atau orang pada menggunakan sebutan generik untuk
menyebutkan emosi bermasalah, seperti sebutan perasaan cemas, gugup, tegang,
tertekan, dan sebagainya. Sebutan tersebut kurang spesifik sehingga kuraang
memberikan nilai praktis. Konselor perlu membantu klien untuk menyentuh emosi
spesifik atau kombinasi beberapa emosi untuk membantu memecahkan masalah klien.
Ada
empat tahapan dalam proses pengkhususan emosi, yaitu;
1) Emosi
spesifik yang menimbulkan perasaan-perasaan generik
2) Konselor
membantu menemukan arah tindakan
3) Konselor
membantu menemukan alasan terhadap emosi spesifik
4) Konselor
membantu klien dalam menangani emosi spesifik secara konstruktif.
Sebagai
contoh seorang konselor membantu seorang wanita untuk menemukan penyebab rasa
cemas karena dia merasa ketakutan dan muncul rasa marah. Konselor memberikan
pertanyaan, siapa yang anda marahi atau siapa yang menyakiti anda? Kemudian
konselor menolong wanita tersebut untuk menemukan alasan-alasan dari emosi
spesifik dengan memberikan pertanyaan. Apa yang anda merasa bersalah atau atau
apa yang menyebabkan anda merasa ketakutan? Kemudian diakhiri dengan sebuah
pertanyaan; bagaimana anda dapat mengatasi berbagai emosi yang terjadi pada
waktu lampau dan apa hasilnya? Atau apa yang anda lakukan untuk menyelesaikan
perasaan secara konstruktif?. Permasalahan emosi yang sering dijumpai dalam
konseling diantaranya: sakit hati (hurt), takut (fear), marah (anger) dan rasa
bersalah (guilt). Keempat hal tersebut dapat dijadikan sebagai sumber masalah
atau gejala sebagai kombinasi perilaku karena ada pula perilaku emosi lain
seperti: rasa cemburu, rasa malu, depresi, mendapatkan kegagalan, selalu
menyendiri, merasa rendah hati, masalah seks dan cinta. Berikut ini akan
diuraikan keempat emosi spesifik tersebut:
1. Sakit hati,
rasa sakit hati adalah pengalaman yag dialami seseorang ketika terluka secara
psikologis yang mengakibatkan gangguan mental sehingga menimbulkan berbagai
konflik dan rasa marah. Ada tiga cara yang menyebabkan orang merasa sakit hati
atau terluka hatinya yaitu:
a) Kehidupan
normal dalam interaksi sehari-hari melalui ungkapan verbal, tindakan, kegagalan
berbuat atau uacapan yang dirasakan menyakitkan. Misalnya: seorang bekerja
keras sesuai dengan keahliannya untuk menyukseskan suatu proyek, namun pimpinan
tidak memberikan penghargaan sebagaimana mestinya dan memberikan ungkapan
tertentu yang kurang tepat sehingga ia merasa terluka hatinya karena ia merasa
bahwa hal ini merupakan bagian dari hidupnya.
b) Disebabkan
oleh suatu yang naif. Misalnya: seorang mahasiswi berkata kepada temannya
sekamar bahwa selalu merasa ketakutan untuk bertemu dengan seorang laki-laki.
Ia kemudian merasa terluka hatinya karena teman sekamarya menyebar luaskan hal
itu kepada orang lain.
c) Adanya
keinginan individu untuk merasakan sakit hati melalui lima dinamika yaitu: a)
orang merasakan dianggap berperilaku dengan cara-cara destruktif, b) orang
menciptakan situasi tertentu untuk sakit hati dalam upaya mengadili rasa
berdosa yang tidak disadari, c) membiarkan dirinya disakiti untuk memanipulasi
orang lain, d) menjadi terluka karena berada dalam jalur pertumbuhan orang
lain, e) orang menjadi terluka karena membiarkan penafsiran yang salah terhadap
orang lain.
2. Takut, rasa
takut timbul dari antisipasi terhadap ancaman fisik atau psikologis spesifik.
Ancaman psikologis merupakan sumber utama timbulnya rasa takut yang dibawa
padanya oleh klien ke dalam konseling. Takut seperti halnya sakit hati, banyak
klien mengungkapkan rasa takut dengan menggunakan kata-kata tertentu. Sperti:
tegang, khawatir, cemas, bingung, tidak aman, gugup, bosan, dan lain-lain. Takut adalah perasaan yang mendorong
individivu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan
hal itu. Bentuk ekstrim dari takut adalaah takut yang pathologis, yang disebut
fobia. Fobia adalah perasaan takut terhadap hal-hal tertentu yang demikian
kuatnya, meskipun tidak ada alasan yang nyata, misalnya takut terhadap tempat
yang sempit dan tertutup (claustrophobia), takut terhadap ketinggian
atau takut berada di tempat-tempat yang tinggi (acrophobia), takut
terhadap kerumunan orang atau tempat-tempat ramai (ochlophobia).
Ada
empat ketakutan yang sering dibawah klien dalam proses konseling, yaitu: (1)
takut terhadap kedekatan (fear of intimacy), (2) takut terhadap
penolakan (fear of rejection), (3) takut terhadap kegagalan (fear of failure),
(4) takut terhadap kebahagiaan (fear of happiness).
3. Marah, marah itu
merupakan suatu emosi negatif sehingga banyak orang berusaha untuk menghapus
atau menghindarinya. Sebagai akibatnya mereka berusaha menghindari keadaan
marah atau menggunakan sebutan sinonim yang dirasakan kurang mengancam seperti
kekacauan, frustasi, kecewa, bingung, terganggu, jengkel, sakit hati, dan
lain-lain. Tugas konselor ialah membantu klien agar kemarahan itu menjadi lebih
realistis dan mampu menyatakan marah dengan cara yang mengarah pada tindakan
positif. Marah disebabkan oleh dua hal yaitu: a) terjadinya saat adanya
halangan dalam mencapai pemuasan suatu kebutuhan, dan b) terjadi ketika dalam
proses pemenuhan kebutuhannya mendapat dari dirinya sendiri. Yang marah
kemudian berkembang menjadi bentuk marah kepada pihak lain, dan yang kedua menjadi
marah pada diri sendiri. Secara umum kedua penyebab kemarahan tersebut akan
menggerakkan orang yang mengarah kepada pemuasan kebutuhan dalam kondisi
frustasi.
1. Depresi,
yaitu berada dalam ketertekanan dan menghukum diri sendiri dengan menghindari kebahagiaan
dalam kehidupanmereka.
2. Adiksi atau
kecanduan terhadap sesuatu seperti alkohol, minuman keras, narkoba, dan judi.
3. Salah tempat
dan orang, yaitu memilih teman, kumpulan, pekerjaan atau tempat yang sebenarnya
sudah terganggu dan menyebabkan stress dan tidak bahagia.
4. Perilaku
serampangan, yaitu berbagai bentuk perilaku yang tidak jelas bentuk dan arahnya
dan menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis.
5. Pengorbanan,
merupakan upaya melepaskan berbagai hal yang sebenarnya menguntungkan dirinya,
seperti cinta, berbuat amal kebaikan, benci, semangat keagamaan.
6. Canggung atau
kikuk, yaitu menampilkan perilaku yang serba salah meskipun sebenarnya mampu
berbuat secara benar.
7. Manifestasi
fisik, orang dengan kemarahan terhadap fisik seperti menjadi kurus dan gemuk
atau menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti sakit kepala, sakit perut.
8. Degradasi
perilaku, yaitu adanya penurunan perilaku seperti merasa malu yang diikuti
dengan penyalahan terhadap diri, penurunan emosi, penurunan fisik, gangguan
seksual.
Dalam
konseling konselor harus memahami manifestasi dan dinamikpaa marah terhadap
diri sendiri agar dapat membantu klien untuk mengatasi masalah yang timbul
karena marah terhadap diri sendiri. Konselor membantu klien dalam melihat
realitas marah dan mengembangkan penyaluran marah melalui cara-cara yang sehat
dan konstruktif. Suasana konseling harus tercipta sedemikian rupa sehingga
klien memperoleh pengalaman dalam mengendalikan marah terhadap dirinya sendiri.
Konselor dapat membantu klien mengkomunikasikan bahwa marah dapat merubah
tingkah laku yang dapat melukai dan menemukan sasaran yang benar serta
memanfaatkan marah tersebut untuk melakukan perubahan yang lebih produktif.
4. Rasa Bersalah
(Guilt)
Rasa
bersalah adalah perasaan tidak nyaman/gunda atau malu pada saat seorang
melakukan kesalahan, keburukan atau moral. Rasa bersalah dapat menjadi mitivasi
untuk meningkatkan perbaikan perilaku pada saat menghadapi suatu masalah dimasa
yang akan datang. Rasa bersalah dapat terjadi ketika seorang legitimately
(secara aturan) mereduksi kepercayaan dirinya. Perkataan legitimately
sangat penting dengan tiga alasan: a) orang yang memiliki harapan positif yang
tidak realistik terhadap dirinya dan merasakan kebencian terhadap dirinya
sendiri apabila mengalami kegagalan, b)rasa dapat dicintai seseorang yang
tergantung pada evaluasi orang lain, c) rasa harga diri seseorang dapat terkait
dengan moral mutlak yang tidak beralasan. Konselor dapat membantu klien apabila
merasakan rasa bersalah dan membantu mereka apakah rasa bersalah itu benar atau
salah, kemudian menemukan cara yang tepat untuk menghindari masalah yang
timbul. Konselor harus memahami adanya tiga macam rasa bersalah yaitu, 1) rasa
bersalah psikologis yang terjadi apabila individu berperilaku yang bertentangan
dengan konsep dirinya, 2) rasa bersalah sosial yang terjadi karena perilaku
yang dirasakan bertentang dengan aturan-aturan sosial, 3) rasa bersalah religi
yang timbul karena berperilaku bertentangan dengan kaidah-kaidah agama.
BAB lll
PENUTUP
KESIMPULAN
Emosi adalah warna
efektif yang menyertai setiap perilaku individu, yang berupa perasaan-perasaan
tertentu yang dialami pada saat menghadapi situasi tertentu. Tindakan itu
diikuti oleh pola-pola perubahan fisiologis sejalan dengan mendekati atau
menghindari dari obyek,pola tindakan berbeda antara emosi yang berbeda.
Emosi
dalam konseling merupakan warna afektif yang menyertai setiap perilaku individu
yang berupa perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi
situasi tertentu. Interaksi kognisi, emosi dan tindakan mencerminkan satu
sistem hubungan sebab akibat. kata emosi berasal dari bahasa latin “emovere”
yang artinya bergerak keluar.

Comments
Post a Comment